Selasa, 03 Desember 2013
BAB 1
PIP KELAUTAN,
VISI DAN TUJUAN PEMBELAJARAN WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM (WSBM)
A.
Pendahuluan
dan Pengertian PIP
Pada tahun 1975, Universitas Hasanuddin
(Unhas) menetapkan “kelautan” sebagai
Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang selanjutnya dikuatkan dalam rapat Senat Unhas dan
dituangkan dengan Surat Keputusan Rektor No.1149/UP-UH/1975 tertanggal 27
Desember 1975. Pemilihan kelautan sebagai PIP Unhas diputuskan setelah melalui
serangkaian seminar dan pertemuan ilmiah yang mendiskusikan berbagai alternative
pilihan PIP, diantaranya adalah Seminar Ilmu Kelautan di Unhas pada bulan
September 1974 yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Riset Nasional, sejumlah ahli dari Lembaga Oseonologi Nasional (LON) dan oleh
sivitas akademika Unhas sendiri. Kesimpulan dari seminar ini yaitu perlunya
dirintis pengembangan ilmu Kelautan di Unhas.
PIP bukanlah satu disiplin ilmu
melainkan merupakan orientasi pemikiran strategis dalam pendidikan yang
mencakup sejauh mungkin setiap disiplin ilmu. Dengan demikian PIP diharapkan
merupakan arah pengembangan tri darma yang sekaligus akan memberikan nuansa
spesifik kepada berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan Perguruan Tinggi.
PIP sebagai arah pengembangan dan nuansa
spesifik Perguruan Tinggi atau roh bagi pengembangan IPTEK dan seni di
lingkungan universitas dan akan mewarnai setiap bentuk luaran, baik berupa
alumni, hasil-hasil penelitian maupun pengabdian pada masyarakat yang berujung
pada dimilikinya keunggulan kompetitif.
B.
Visi
dan Misi Unhas
Melalui
rapat kerja Unhas yang diselenggarakan
di Tana Toraja pada tanggal 17 – 20 Desember 2009 serta berdasarkan
keputusan rapat Badan Pekerja Harian (BPH) Senat No.XXX, Unhas telah menetapkan visi jangka panjang organisasi Unhas sebagai berikut: Pusat
unggulan dalam pengembangan Insani, Ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
budaya berbasis Benua Maritim Indonesia.
Rumusan
visi mengandung makna adanya kebersamaan tekad seluruh sivitas akademika untuk
menetapkan menempatkan Unhas sebagai entitas akademik yang tidak sebatas
memfasilitasi, tetapi menstimulasi lahirnya segenap potensi, proses, dan karya
terbaik dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
budaya Benua Maritim Indonesia.
Misi
Unhas
1.
Menyediakan
lingkungan belajar yang berkualitas untuk mengembangkan kapasitas pembelajar
yang adaptif-kreatif.
2.
Melestarikan
(to preserve), mengembangkan , menemukan, dan menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan budaya.
3.
Menerapkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya bagi
kemaslahatan Benua Maritim Indonesia.
C.
Tujuan
Pembelajaran Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM)
Mata
Kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM) adalah salah satu komponen Mata
Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di Unhas yang mengintroduksi materi-materi
kemaritiman, antara lain potensi sumber daya maritim beserta dinamikanya,
nilai-nilai budaya maritim yang perlu dikembangkan dan dipromosikan yang
kesemuanya mengarah pada karakteristik Benua Maritim dan pembangunannya.
D.
Keterkaitan
PIP, Visi dan Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim
Peserta
didik (Mahasiswa) dituntut memiliki wawasan tentang apa yang menjadi PIP
Perguruan Tingginya. Olehnya itu, karena
kelautan adalah PIP Unhas, maka mahasiswa Unhas dituntut memiliki kemampuan dan
komitmen yang tinggi terhadap pengembangan budaya maritim serta sanggup
memberikan nuansa kemaritiman kepada pengembangan dan aplikasi disiplin
ilmunya. Salah satu alternatif memenuhi tuntutan tersebut adalah dengan
dukungan seperangkat kurikulum, maka dirumuskanlah Mata Kuliah Wawasan Budaya
Maritim (WSBM) pada tingkat universitas dan beberapa mata kuliah yang relevan
ditingkat fakultas atau program studi.
BAB
2
BENUA
MARITIM INDONESIA (BMI)
Benua
Maritim Indonesia (BMI) adalah wilayah perairan dengan hamparan pulau – pulau
didalamnya, sebagai satu kesatuan alamiah antara darat, laut dan udara di
atasnya tertata unik dengan sudut pandang iklim dan cuaca keadaan airnya,
tatanan kerak bumi, keragaman biota serta tatanan sosial budaya.
Dalam era
globalisasi, perhatian bangsa Indonesia terhadap fungsi, peranan dan potensi
wilayah laut semakin berkembang. Kecenderungan ini di pengaruhi oleh
perkembangan pembangunan yang mengakibatkan semakin terbatasnya potensi sumber
daya nasional di darat. Pengaruh lainnya adalah perkembangan teknologi maritim
sendiri sangat pesat sehingga memberikan kemudahan dalam pemanfaatan dan
pengelolahan sumberdaya laut.
A.
Karakteristik
BMI
BMI terbentang dari 92° BT sampai 141° BT dan 720° LU sampai
dengan 14° LS yang merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri
dari:
a. 5.707 pulau yang
telah bernama dan 11.801 pulau yang belum bernama.
b. Luas perairan 3,1
juta km2, dan luas perairan ZEE 2,7 juta km2.
c.
Panjang seluruh garis pantai 80.791 km, panjang garis dasar 14.698 km.
B.
Batas
– batas yuridis wilayah laut
a.
Perairan pedalaman merupakan bagian dari wilayah perairan nusantara, pada
wilayah ini Indonesia memiliki kedaulatan mutlak dan kapal – kapal asing tidak
mempunyai hak lintas.
b.
Perairan Nusantara, merupakan laut yang terletak di antara pulau, dibatasi atau
dikelilingi oleh garis pangkal tanpa memperhatikan kedalaman dan lebar laut
tersebut.
c. Laut Territorial, adalah wilayah perairan di luar perairan
nusantara yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut di ukur dari garis pangkal.
d.
Zona tambahan, adalah wilayah laut yang diukur dari 12 mil dari laut
territorial atau 24 mil dari pangkal pantai. Pada batas ini, Indonesia hanya
bisa melaksanakan hak – hak tertentu saja.
e.
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), adalah suatu daerah diluar dan berdampingan
dengan laut territorial, lebar zona ini 200 mil dari garis pangkal. Di perairan
ini, Indonesia memiliki hak daulat atas eksploitasi.
f.
Landas Kontinen, adalah batas laut yang lebih dari 200 mil dari pangkal dengan
ketentuan: 1). Lebar tidak lebih 350 mil dari pangkal, tidak melebihi 100 mil
di ukur dari garis kedalaman 2.500 m.
g.
Laut lepas.
C.
Batas
wilayah udara
a.
Teori udara bebas ( Air Freedom Theory)
Teori
ini terbagi atas dua:
·
Kebebasan ruang udara tanpa batas, ruang udara
dapat di gunakan siapapun
·
Kebebasan udara terbatas:1) negara bawah yang
berhak mengambil tindakan tertentu dalam memelihara keamanan. 2) negara bawah
hanya mempunyai hak terhadap wilayah udara zona territorial tertentu.
b.
Teori Negara berdaulat di udara ( The Air Souvereignty Theory)
BAB 3
POTENSI DAN SUMBER
DAYA KEMARITIMAN
A.
Letak
geografis Indonesia
Posisi Indonesia berada pada daerah tropis tepatnya dalam
posisi silang antara dua buah benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia selain
itu juga di apit oleh dua buah samudra, yaitu samudra Pasifik dan samudra
Hindia. Indonesia sering kita sebut Nusantara, kata nusantara berasal dari kata
nusa berarti pulau dan kata antara yang berarti di apit dua laut
atau dua benua.
B.
Luas
wilayah dan jumlah pulau
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas
wilayah Indonesia yang ditambah dengan jalur laut 12 mil yaitu 5,8 juta km2
terdiri dari daratan 1,9 juta km2, laut 3,1 juta km2.
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia
setelah Canada dengan panjang garis pantai 95.181 km. Wilayah Indonesia terdiri
dari 17.508 pulau dari jumlah tersebut baru 6.000 pulau yang mempunyai nama.
Dari luas tersebut, Indonesia memiliki 13 pulau atau sekitar 97% pulau – pulau
besar, seperti Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Sumatra, Jawa, Madura,
Halmahera, Seram, Sumbawa, Flores, Bali dan Lombok.
C.
Potensi
Kemaritiman Indonesia
Ø Sumber
daya dapat di pulihkan ( renewable resources)
1) Potensi daya perikanan laut
Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari
sumber daya perikanan palagis besar ( 451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil ( 2.423.000
ton/ tahun), sumberdaya perikanan 3.163.630 ton/ tahun, udang 100.720
ton/tahun, ikan karang 80.082 ton/tahun dan cumi – cumi 328.960 ton/tahun.
Dengan demikian secara nasional potensi lestari ikan laut sebesar 6,7 juta
ton/tahun dengantingkat pemanfaatan mencapai 48% ( Dirjen Perikanan 1995).
2) Hutan Mangrove
Merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir. Fungsi dan peran hutan Mangrove, yaitu: a) menyusun mekanisme
antara komponen mangrove dengan ekosistem lain, pelindung pantai, dan
pengendali banjir. b) penyerap bahan pencemar, sumber energi bagi biota laut.
C) menjaga kesetabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati di
perairan. d) sebagai sumber kayu kelas satu, bahan kertas dan arang.
3) Padang Lamun dan rumput Laut
Padang lamun mempunyai fungsi: a) meredam ombak dan
melindungi pantai. b) daerah asuhan larva. c) tempat makan. d) rumah tempat
tinggal biota laut. e) wisata bahari.
4) Terumbu Karang
Peran terumbu Karang, yaitu: a) pelindung pantai dari
hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. b) sebagai habitat tempat
mencari makanan.
Ø Sumber
daya yang tidak dapat di pulihkan (unrenewable resources)
1) Bahan tambang dan mineral
Bahan
tambang dan mineral yang terdapat di laut Indonesia yaitu: bahan bangunan,
pasir besi, batu apung, mineral radio aktif, garam, titanium, lempung koalim,
emas, dan kromium.
2) Minyak dan gas bumi
Ø Jasa
– jasa lingkungan
1) Media transportasi
dan komunikasi
2) Pengaturan iklim
3) Keindahan alam
4) Penyebaran limbah
5)
Wisata bahari
BAB 4
FAKTA SOSIAL DEMOGRAFI
KEMARITIMAN
A.
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Masyarakat Pesisir
Besarnya potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan
masyarakat nelayan. Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita
sangat jauh berbeda dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini dibuktikan
dengan masih rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8%
jauh di bawah laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4%
(Waspada, 18 Maret 2000).
Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan
tema yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti
isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi
sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan
yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat
dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat
pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap
perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan
ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.
Hasil penelitian Mubyarto dkk (1984) menunjukkan bahwa masyarakat nelayan
di daerah Jepara sebagian berasal dari golongan sedang, miskin, dan miskin
sekali. Data dari Kantor Statistik Propinsi Sumatera Utara juga menunjukkan
bahwa hampir 50% penduduk Desa Pantai Sumatera Utara berpendapatan 25 –
149 ribu rupiah perbulan (BPS, 1989). Rata-rata pendapatan perkapita nelayan
tersebut tidak lebih 15 ribu/bulan. Padahal pendapatan perkapita penduduk Sumatera
Utara rata-rata 37.267 rupiah/ bulan (BPS, 1989). Beberapa tulisan mengenai
nelayan yang menggambarkan tentang kemiskinan/ kondisi ekonomi nelayan seperti
berikut ini. Tulisan Mubyarto (1984) misalnya, menganalisis perekonomian
masyarakat nelayan miskin di Jepara. Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan
lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur yaitu nelayan terbagi atas
kelompok kaya dan kaya sekali di satu pihak, miskin dan miskin sekali di satu
pihak. Penelitian ini menunjukkan adanya dominasi/eksploitasi dari
nelayan kaya terhadap nelayan miskin. Hampir sama dengan penelitian di
atas selanjutnya Mubyarto dan Sutrisno (1988) juga melihat kemiskinan nelayan
di Kepulauan Riau.
Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh
adanya tekanan struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan
miskin. Hampir sama dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang pengaruh
struktur, Resusun (1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau Sembilan,
Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang hidupnya
tidak berkecukupan, yaitu nelayan yang tidak punya modal (nelayan kecil), dan
mereka selalu diekspoitasi oleh nelayan yang punya modal (punggawa) dan
pedagang (pa’bilolo) yaitu sawi bagang atau Pa’bagang atau pembantu
utama punggawa dalam menangani kegiatan operasi penangkapan ikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Resusun di atas juga menunjukkan adanya struktur
hubungan sosial yang khas pada masyarakat nelayan. Hubungan itu adalah adanya
ketidak seimbangan antara yang mempunyai modal usaha dan para pekerjanya.
Hubungan itu adalah antara punggawasawi/pa’bagang yang bersifat
timbal balik (reprocity). Walaupun sawi perlu sang punggawa sebagai
sumber lapangan kerja, punggawa juga memerlukan tenaga sawi. Seorang
punggawa akan berusaha supaya sawi yang dipercayai menetap diusahanya.
Akibatnya terjadi hubungan yang selalu merugikan sawi. Karena seringkali
kerelaan punggawa untuk meminjamkan uang kepada sawi berdasarkan motivasi
agar sawi tetap berada di lingkaran setan. Hutang yang tidak bisa
dilunasi seringkali harus dibalas dengan jasa yang sangat berlebihan.
Hal ini terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Rizal (1985) di
Desa Bari, Kabupaten Bulukumba menyebutkan bahwa seorang istri sawi
mengerjakan apa saja di rumah isteri punggawa untuk membalas jasa punggwa
membantu suaminya. Sejalan dengan hal di atas di Propinsi Sumatera Utara hasil
penelitian-penelitian mengenai nelayan cenderung juga menunjukkan kondisi yang
sama yaitu nelayan hidup dalam kemiskinan. Misalnya penelitian yang
dilakukan oleh Zulkifli (1989) di Desa Bagan Deli, Kecamatan Medan Labuhan,
yang menyebutkan akibat struktur patron dan klien antara pemborong dan nelayan,
maka nelayan Desa Bagan Deli menjadi miskin. Harahap (1992,1993,1994,) telah
melakukan serangkaian penelitian yang berkaitan dengan kemiskinan nelayan di
tigadesa di Pantai Timur Sumatera Utara.
BAB 5
SEJARAH KEMARITIMAN
INDONESIA
A. Fakta Sejarah Kemaritiman Indonesia
Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di Dunia. Negeri ini memiliki bentang Laut wilayah 70%
dibanding dengan luas daratan yang hanya 30%. Sejatinya, Bangsa Indonesia
adalah masyarakat bahari. Sebelum penjajahan Belanda, Indonesia terkotak-kotak
kedalam kerajaan-kerajaan kecil. Di antara sekian banyak kerajaan kecil itu,
terdapat kerajaan besar berbasis Maritim di Tanah air yang mampu untuk
menyatukannya yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan ini menurut berbagai
pakar sejarah cukup disegani di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia merupakan negara kepulauan, antara pulau yang satu dengan pulau
yang lainnya dipisahkan oleh laut, tapi dalam hal ini laut bukan menjadi
penghalang bagi tiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan
suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar
pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu
tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajah
untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan
lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada
zaman bahari telah sampai ke Madagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah
berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang
digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan
Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama
di seluruh wilayah Asia.
Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa Bangsa
Indonesia terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni
dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa belahan
pulau. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang
dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek mo
yang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya
kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa
menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain
yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.
B.
Kejayaan Kerajaan Maritim Nusantara
Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal
bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu berlayar ke utara,
lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur
hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas
perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara
yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara
adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di seluruh dunia.
Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M)
telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur
perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai
pangkalan kekuatan lautnya.
Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari
di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut
yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi
bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar
bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara.
Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit
(1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit
berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke
negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India,
Filipina, China.
Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan
di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain
karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai
bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
BAB 6
KONSEP DASAR
SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA
A.
Pengertian
Sistem
Sistem berasal
dari bahasa Latin dan Yunani, istilah "sistem" diartikan sebagai
mengabungkan, untuk mendirikan, untuk menempatkan bersama.Sistem adalah
kumpulan elemen berhubungan yang merupakan suatu kesatuan.Sistem adalah Suatu
jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul
bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu
sasaran tertentu.
B.
Pengertian Sosial Budaya
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.
Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward
B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah
kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing. Perubahan sosial budaya
adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu
masyarakat.
C.
Pokok-pokok
Bahasan Dalam Sistem Sosial
Ø Interaksi
Sosial
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain.
Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.
Macam
- Macam Interaksi Sosial
Menurut
Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu
(p. 23) :
1.
Interaksi antara individu dan individu
2. Interaksi antara individu dan kelompok
3.
Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Ø Stratifikasi
Sosial
Stratifikasi sosial adalah perbedaan individu atau
kelompok dalam masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial
sosial yang berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban
yang berbeda-beda pula antara individu pada suatu lapisan sosial lainnya.
Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam
masyarakat.
Stratifikasi
sosial yang diperoleh secara alami yaitu:
1.
stratifikasi sosial berdasakan usia
2.
stratifikasi sosial karena senioritas
3.
stratifikasi sosial berdasarkan jenis kelamin
4.
stratifikasi sosial berdasarkan sistem kekerabatan
5.
stratifikasi sosial berdasarkan keanggotaan dalam kelompok tertentu
Ø Lembaga
Sosial
Menurut Hoarton dan Hunt, lembaga social
(institutation) bukanlah sebuah bangunan, bukan kumpulan dari sekelompok orang,
dan bukan sebuah organisasi. Lembaga (institutations) adalah suatu sistem norma
untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang
berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia. Dengan kata lain Lembaga adalah
proses yang terstruktur (tersusun} untuk melaksanakan berbagai kegiatan
tertentu.
BAB 7
MASYARAKAT
MARIRIM
A.
Pengertian
Masyarakat Pesisir
Ø Pengertian Masyarakat
Menurut PETER L. BERGER, masyarakat
adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya.
Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas
bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
Menurut HAROLD J. LASKI Masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai
terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
Jadi dapat di simpulkan bahwa Masyarakat adalah
sekelompok manusia yang saling berinteraksi dan berhubungan serta memiliki
nilai-nilai dan kepercayaan yang kuat untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.
Ø Pengertian Pesisir
Menurut (Soegiarto, 1976; Dahuri et
al, 2001), Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan
air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi
oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran
air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
Masyarakat
pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah
pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004).
Secara
teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan
melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki
ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir
dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula
didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir
tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang
terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
B.
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Ø Penduduk dan Mata Pencaharian
Masyarakat
pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor
pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based). Tetapi,
penduduk di Desa Margacinta Kecamatan Cijulang pada tahun 2013 berpenduduk ±
3.168 jiwa, sekitar 50 % merupakan nelayan sedangkan sisanya terdiri dari
pedagang dan petani.
Ø Pola pemukiman dan kehidupan
Sehari-hari
Berdasarkan
kondisi fisiknya, rumah di pesisir dibagi dalam tiga kategori.
1. Rumah permanen (memenuhi syarat kesehatan)
2. Rumah semi permanen (cukup memenuhi syarat kesehatan)
3. Rumah non permanen (kurang atau tidak memenuhi syarat
kesehatan)
Ø Sistem Kekerabatan
Hubungan-hubungan
sosial antar kerabat dalam masyarakat pesisir masih cukup kuat. Perbedaan
status sosial ekonomi yang mencolok antar kerabat tidak dapat menjadi
penghalang terciptanya hubungan sosial yang akrab di antara mereka.
Ø Ekonomi Lokal
Sumber
daya laut adalah potensi utama yang mengerakan kegiatan perekonomian desa.
Secara umum kegiatan perekonomian tinggi-rendahnya produktivitas perikanan.
Jika produktivitas tinggi, tingkat penghasilan nelayan akan meningkat sehingga
daya beli masyarakat yang semakin besar nelayan juga akan meningkat.
Sebaliknya, jika produktivitas rendah, tingkat penghasilannya nelayan akan
menurun sehingga tingkat daya beli masyarakat rendah. Kondisi demikian sangat
mempengaruhi kuat lemahnya kegiatan perekonomian desa.
BAB 8
KEBUDAYAAN MARITIM
Menurut Boeke (1983), desa tradisional merupakan sebuah
rumah tangga yang secara ekonomi “berdaulat”, “mandiri”. Desa tradisional juga
merupakan sebuah “unit produksi” bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan konsumtif
kalangan kelas menengah dan atas (penguasa, bangsawan, pemilik tanah/modal,
dll), sementara bagi kalangan bawah, hal itu tidak lain merupakan “kewajiban
sosial dan ekonomis” mereka atas perlindungan dan pimpinan yang diberikan oleh
kalangan menengah dan atas dan ini berarti pula sebagai bentuk pengabdian
kepada penguasa alam yang Maha Kuasa. Desa tradisional merupakan manifestasi
sederhana dari ‘perkampungan nelayan’ yang sebagian besar menunjukkan bahwa
taraf hidup masyarakat memang belum banyak beranjak dari ciri serta
karakteristik dari desa tradisional.
Sebuah perkampungan nelayan merupakan bentuk desa sederhana
dimana masyarakat yang tinggal di dalamnya masih terikat dengan norma-norma
kebudayaan yang kuat. Norma tersebut terbentuk baik secara alamiah maupun
diperkuat dengan aturan dan bentuk perundangan sederhana yang membuat
masyarakat tetap tunduk dibawahnya.
Pendek kata, setiap aktivitas ekonomi mereka senantiasa
ditundukkan pada dan dicampur dengan berbagai macam motif yaitu, motif sosial,
keagamaan, etis dan tradisional. Dari sisi konsumsi, kehidupan ekonomi desa
tradisional dibangun atas dasar “prinsip swasembada”, dimana hampir seluruh
kebutuhan hidup kesehariannya diproduksi/dipenuhi oleh desa tradisional
sendiri. Kemampuan desa tradisional membangun struktur ekonomi demikian, karena
didukung penuh oleh adanya ikatan-ikatan sosial yang asli dan organis, sistem
kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja,
prinsip produksi pertanian semata-mata untuk keperluan keluarga, pengekangan
pertukaran sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan, serta tidak terlalu
berorientasi kepada laba (non profit oriented). Landasan struktur ekonomi desa
tradisional diletakkan pada prinsip” hemat, ingat, dan istirahat (Boeke, 1983:
22).
Sebuah potret kehidupan desa nelayan tradisional, yang
menggerakkan aktivitas perekonomiannya sangat mengandalkan pada mata
pencaharian sebagai nelayan, dan sedikit sekali yang memiliki mata pencaharian
tetap. Selain itu, para nelayan dan beberapa pelaku ekonomi setempat (juragan
pemilik kapal, bakul ikan) mengelola dan mengembangkan aktivitas perekonomi-an
mereka secara “swasembada”, yaitu bertumpu pada pemberdayaan potensi daerah dan
modal yang terdapat di lingkungan setempat (lokal), yang merupakan ciri khas
dari sebuah struktur ekonomi desa.
Sebagai daerah pemukiman cukup padat, upaya mereka untuk
memenuhi kebutuhan kesehariannya, tampaknya dapat dipenuhi sendiri dari berbagai
fasilitas warung atau pertokoan yang ada di desanya; kecuali sebagian kebutuhan
sandang dan papan yang tidak terdapat di desanya atau terdapat kekurangan,
mereka membeli di kota-kota terdekat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, aktivitas nelayan
sebagai aktivitas ekonomi utama masyarakat desa pesisiran tradisional di desa
nelayan seperti halnya aktivitas-aktivitas perekonomian lainnya, tumbuh dan
berkembang secara timbal-balik dengan aspek-aspek sosial dan budaya masyarakat
setempat. Aktivitas nelayan meliputi banyak aspek antara lain sistem
penangkapan ikan yang digunakan, organisasi dan pola kerjasama antar-nelayan,
hubungan-hubungan ekonomi dalam praktik perdagangan ikan di antara
nelayan-bakul-tengkulak ikan, maupun keterlibatan para pelaku ekonomi lokal
dalam pengembangan struktur ekonomi di tingkat lokal.
Karakteristik terpenting dari masyarakat desa nelayan
tradisional memungkinkan struktur ekonomi di desa mereka dapat dibangun dan
dikembangkan atas dasar kemampuan ekonomi lokal atau secara “berswasembada”.
Berbagai bentuk dan pola perilaku ekonomi masyarakat nelayan tradisional desa
Bandaran di atas, tidak lain sebagai upaya (ikhtiar) mereka untuk senantiasa
dapat mempertahankan hidup sesuai dengan tuntutan kehidupan sosial, budaya, sekaligus
ekonomi yang senantiasa berubah ke arah yang lebih “modern” dan “praktis”,
tetapi tetap bergerak dalam kerangka sebuah tradisi.
BAB 9
PEMBANGUNAN
BENUA MARITIM
A.
Pembangunan Maritim
Pada dasarnya wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia jika ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi geografi sampai
dengan social budaya serta ekonomi, maka layak diebut sebuah benua. Dan karena
di dalamnya terdapat massa air yang mencapai lebih dari tiga perempat luas
wilayah RI, maka sebutan yang cocok untuk Indonesia adalah benua maritime
Inonesia, atau disingkat BMI.
Pembangunan
Benua Maritim Indonesia memandang daratan, lautan dan dirgantara, serta segala
sumberdaya di dalamnya dalam suatu konsep pengembangan sehingga hal ini
merupakan salah satu wujud aktualisasi Wawasan Nusantara yang telah menjadi
cara pandang bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasional yang
berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945
Pemikiran pembangunan Maritim Indonesia dilandasi oleh
kenyataan bahwa:
1) Lautan merupakan bagian terbesar wilayah RI
dan merupakan factor utama yang harus dikelola
dengan baik guna mewujudkan cita – cita nasional
2)
Pengelolaan aktivitas pembangunan laut harus bersifat integral
Dalam
menyusun rencana dalam melaksanakan pembangunan maritime kita menghadapai empat
kendala utama, berikut :
1)
Mental attitude dan semangat cinta bahari masih lemah
2)
Techno structure dan struktur nasional ekonomi maritime belum siap
3)
Peraturan dan perundangan belum mendukung
4)
Kelembagaan yang juga belum mendukung
B.
Keadaan dan Masalah Maritim
Indonesia
Pembanguunan
maritime memerlukan system pengelolaan terpadu, yaitu sistem Pengelolaan
terpadu wilayah Pesisir dan Lautan. Dalam pengelolaan ini berbagai maslaah akan
muncul, berbagai konflik akan terjadi yang disebabkan oleh adanya degradasi
mutu dan fungsi lingkungan hidup yang antara lain disebabkan karena musnahnya
hutan bakau, rusaknya terumbu karang, abrsi pantai, intrusi air laut,
pencemaran lingkungan pesisir dan laut serta perubahan iklim global. Berbagai
masalah tersebut berakar dari :
1) Masing – masing pelaku pembangunan dalam
menyusun perencanaanya sangat terikat pada sektornya sendiri tanpa adanya
sistem koordinasi baku lintas sektor.
2) Belum adanya lembaga yang berwenang penuh
baik di pusat maupun di daerah yang memepunyai wewenang penentu dalam
pembangunan maritim secara utuh.
3) Belum lengkapnya peraturan perundang –
undangan yang mengatur kewenangan pengelolaan sumberdaya maritim.
4) Belum lengkapnya tata ruang yang mencakup
wilayah pesisir laut dan laut nasional yang dapat dijadikan sebagai induk
perencanaan bagi daerah.
C.
Pembangunan Maritim Indonesia Jangka
Panjang
Tujuan
pembangunan Maritim Indonesia pada hakekeatnya adalah bagian integral dari
tujuan pembangunan nasional dengan lebiih memanfaatkan unsur maritime.
Sedangkan sasaran pembngunan Maritim Indonesia adalah terciptanya kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia yang mandiri serta mamapu mentransformasikan
potensi maritim menjadi kekuatan maritim nasional melalui serangkaian
pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang –
Undang Dasar 1945
Dalam
PJP II Pembangunan Maritim Indoneisa dilakukan secara bertahap, dengan waktu
yang masih tersisa 4 pelita (20 tahun) pertahapannya dilakukan sebagai berikut
:
1)
Pelita VII penekanan dilakukan pada perikanan dan pariwisata bahari dengan
tanpa mengesampingkan pengembangan sumberdaya manusia dan iptek maritim yang
sesuai,
2)
Pelita VIII penekanan diletakkan pada perikanan, perhubungan laut dan
pariwisata bahari sering dengan pengembangan Iptek dan SDM yang diperlukan.
3)
Pelita IX penekanannya diletakkan pada perhubungan laut, pariwisata bahari
seiring dengan peningkatan iptek dan SDM
4)
Pelita X penekanan diletakkan pada pertambangan dan energy seiring dengan
pengembangan SDM dan iptek yang diperlukan
Label:Artikel
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar